Saturday, June 23, 2007

Menyontek : Budaya Asli Indonesia ?

Assalamualaikum Wr. Wb.

Pertanyaan di atas membuat saya berpikir. Mungkin memang benar juga. Soalnya, coba lihat dari hal-hal yang kecil, seperti : menyontek waktu ulangan!!! (hayoo... siapa yang masih nggak ngaku kalo waktu ulangan sering nyontek?) Ya, saya akui, saya pun pernah menyontek dikarenakan tidak belajar waktu ulangan. :p hehehe...

Tapi, jauh di dalam lubuk hati saya, saya merasa kalau menyontek itu sama sekali nggak ada manfaatnya (bertobat). Ya, mungkin sekadar dapat nilai yang oke. Tapi, apakah ilmu yang kita cari itu bisa masuk ke dalam otak kita? Apa yang akan kita terapkan pada hidup kita jika kita tidak mengerti apapun? Bagaimana moral bangsa kita kalo generasi mudanya tidak mandiri dan tidak mau berusaha seperti ini? Lalu, akan jadi apa bangsa ini jika segalanya berasal dari kerja keras orang lain? Akankah negeri ini selalu menjadi negerinya koruptor yang maunya enak tanpa kerja keras? >_<

Kalo ngomong soal contek-menyontek sih. Memang tidak semuanya ada di generasi muda. Coba kita tengok para sineas kita yang dengan bangganya mempersembahkan sekitar 50-an sinetron hasil jiplakan (menurut data yang saya peroleh) yang entah dengan izin atau tidak. Dan hal ini semakin hari semakin menyebar bagaikan jamur di musim hujan. Saya benar-benar tidak habis pikir bagaimana bisa mereka tidak memiliki secuil pun ide-ide yang masih fresh tanpa campur tangan film-film yang sudah populer.

Jika ada sinetron atau film yang masih fresh pun, paling tentang percintaan, persaingan yang tidak sehat, atau bahkan tentang budaya asli Indonesia yang lain : keluarga hantu (genderuwo, kuntilanak, pocong, dan teman-temannya). Saya pun terkadang merasa kasihan pada hantu-hantu tersebut. Kenapa? Sebab seandainya mereka benar-benar berwujud, mereka pasti digaji dengan harga yang sangat mahal dan menjadi artis terkenal layaknya Dian Sastro atau Nicholas Saputra. Hehehe...

Jenis-jenis sinetron atau film di atas memang sama sekali tidak mengandung makna hidup yang sebenarnya yaitu bahwa dalam hidup diperlukan sikap optimis, pantang menyerah, kerja keras, semangat bersaing (tentu dengan cara yang sehat) dan makna hidup yang lain. Tidak heran bahwa sekarang banyak orang atau bahkan anak sekolah yang rela mengorbankan hidupnya (red:bunuh diri) hanya karena masalah-masalah yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan akal sehat.

Karena hal itu, saya benar-benar sudah tidak berminat lagi dengan sinetron Indonesia. Saya lebih suka menonton film kartun semacam Avatar, Naruto, atau bahkan Tom n Jerry (ya, walaupun saya sudah tidak pantas menontonnya lagi) yang lebih sarat akan makna kehidupan atau pertandingan olahraga, seperti sepakbola, bulutangkis, voli, dll yang mengajarkan bahwa untuk menang diperlukan kerja keras. Walaupun begitu, saya berharap ada perbaikan yang berarti pada sinetron-sinetron dan film-film Indonesia. Ya, setidaknya jangan menyontek dan menampilkan "artis-artis yang tidak berwujud". Berilah contoh nyata yang baik kepada generasi muda bahwa tanpa menyontek pun film kita bisa masuk nominasi festival film internasional misalnya. Amien.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

0 comments:

Post a Comment