Saturday, June 30, 2007

Naik, Naik, ke Puncak Gunung

Assalamualaikum Wr. Wb.

Ya, itulah komentar yang saya ucapkan ketika membaca halaman pertama harian Suara Merdeka edisi Jum’at 29 Juni 2007. Mengapa? Karena halaman pertama terpampang sebuah berita utama yang sangat kontras dengan berita di sebelahnya. Apakah itu? Yaitu berita mengenai anggota DPR RI yang meminta kebijakan penambahan penghasilan (insentif) untuk setiap pembahasan Rancangan Undang-Undang. Wow ! Saya lalu teringat pepatah lama yang mengatakan bahwa ”manusia tak akan pernah puas”.

Saya lalu tertawa kesal ketika melihat berita di sebelah atas, kanan, dan bawahnya.


Deskripsinya :
-Atas : sebuah foto yang menggambarkan sejumlah anak bermain di dekat tanggul bendungan yang jebol di alur sungai kali Opak, Kretek, Bantul.
-Kanan : berita mengenai ratusan korban lumpur Lapindo yang beberapa hari berada di Jakarta untuk menuntut hak mereka, yaitu ganti rugi untuk kerugian yang mereka dapat akibat lumpur Lapindo.
-Bawah : berita mengenai pelarangan pesawat terbang Indonesia beroperasi di wilayah udara Eropa.
-Bawahnya lagi : berita mengenai kekerasan yang dialami oleh TKI kita di Malaysia, Ceriyati.

Huh, saya mendengus kesal. Kesaalll sekalliii... Bagaimana tidak? Sementara rakyat kita sedang menderita, para anggota DPR dengan enaknya meminta tambahan penghasilan. Padahal gaji mereka yang Rp. 4.200.000,00 belum ditambah tunjangan-tunjangan lain itu sudah sangatlah mencukupi. Lagipula belum tentu tugas mereka sebagai penyalur aspirasi masyarakat mereka laksanakan dengan baik.

Saya yakin mereka yang menuntut penambahan penghasilan tidak pernah sekalipun melihat ke bawah. Mereka tidak pernah mengetahui secara langsung penderitaan rakyat yang berjuang untuk medapatkan secuil uang. Saya yang setiap hari berangkat dan pulang naik angkutan selalu merasa kasihan melihat para sopir angkutan yang berwajah lesu. Tidak jarang saya mendengar keluhan mereka bahwa uang setorannya kurang dan harus ditutup dengan uang mereka sendiri. Lalu darimana mereka menghidupi keluarga mereka? Saya tidak tahu.

Saya ingin sekali melihat sekali waktu para anggota DPR berangkat ke kantor maupun pulangnya menggunakan angkutan umum, becak atau bahkan jalan kaki. Saya ingin mereka melihat bahwa di luar kaca mobil mereka yang mewah itu terdapat rakyat-rakyat yang sepenuhnya mempercayakan nasibnya pada mereka. Rakyat-rakyat yang menunggu aspirasi mereka disalurkan dengan sebaik-baiknya. Rakyat yang menunggu perbaikan kualitas hidup mereka menjadi lebih baik.

Maka dari itu, sangatlah lucu jika para anggota DPR meminta tambahan penghasilan padahal kinerja mereka belumlah baik. Bukankah seharusnya mereka lebih mengutamakan kesejahteraan rakyat daripada kesejahteraan mereka sendiri? Bukankah DPR itu bekerja untuk rakyat? Bukankah arti demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat?

Wassalamualaikum Wr. Wb.

0 comments:

Post a Comment