Monday, December 24, 2007

Kedewasaan dari Tayangan Televisi Kita

Assalamualaikum Wr. Wb.

Sebelumnya saya minta maaf karena akhir-akhir ini saya jarang posting. Yah, akhir-akhir ini saya disibukkan oleh ulangan akhir semester satu. Jadi, saya jarang sekali posting dan belum bisa membalas semua pesan atau komentar teman-teman. Bahkan ulangan itu belum selesai karena hari rabu besok saya masih ulangan. Hiks..hiks...

Nah, tema yang akan saya bahas kali ini adalah kedewasaan yang berasal dari tayangan televisi kita. Kita tahu dan menyaksikan sendiri betapa kualitas tayangan televisi kita kian hari kian memburuk. Entah karena para pemilik televisi, sineas atau penikmatnya sendiri yang membuatnya jadi begitu. Tayangan televisi kita sekarang cenderung mengedepankan dilema pacaran dan kekerasan. Begitu banyak sinetron yang menayangkan anak-anak yang berpacaran, saling berebut pacar, atau bahkan hal yang lebih mendalam dan mengiris hati lagi... pergaulan bebas. Sinetron-sinetron tersebut seolah membentuk sebuah imej : "Di dunia ini hanya ada cinta dan tidak ada masalah lain yang perlu diurus selain cinta". Begitu besarnya antusias para sineas kita untuk membangun tema cinta dalam sebuah sinetron sungguhlah keterlaluan. Betapa seringnya kita melihat sinetron yang menggambarkan anak SMP (atau bahkan SD) sudah berpacaran, saling bersaing untuk mendapatkan kekasih pujaan hati, bahkan sampai melakukan adegan gaya pacaran orang dewasa (bergandengan tangan, kencan , pelukan, dan ciuman).


Ketika saya menjalani UN tahun kemarin, saya sempat berpikir betapa jauhnya perbedaan keadaan di sinetron dengan di kehidupan nyata. Di sinetron selalu digambarkan sosok pelajar yang lebih sering mengurusi dilema percintaanya dibandingkan dengan kewajiban pelajar yang sesungguhnya. Sungguh keadaan yang berbeda dengan realita di mana saya dan teman-teman saya sedang berusaha keras menghadapi UN sementara di sinetron, pelajar selalu digambarkan senang berhura-hura dan pergi ke sekolah hanya sekadar memenuhi kewajiban keadaan yang seharusnya.

Sinetron juga kerap kali menampilkan kekerasan dalam rumah tangga. Contohnya tema yang sering diambil adalah tema ibu tiri selalu jahat pada anak tirinya. Persis seperti lagu saja ya. Selalu saja ada sinetron yang mengambil tema seperti itu. Padahal belum tentu juga setiap ibu tiri pasti jahat pada anak tirinya. Lebih dari itu sinetron dapat dengan mudahnya menampilkan berbagai adegan kekerasan yang tentu saja tidak manusiawi. Di sinetron, bisa digambarkan dengan mudah ayah menampar anaknya atau anak membentak keras ibunya.

Dampaknya tentu saja bisa ditebak dengan mudah. Anak-anak maupun remaja dalam berinteraksi selalu cenderung meniru atau mengimitasi sesuatu hal yang dilihat maupun didengar. Jadi, apa yang disajikan televisi, itulah dampak yang akan terjadi. Lihat saja di koran-koran banyak berita tentang pelajar yang membunuh pacar sendiri karena cemburu, pelajar yang bunuh diri karena cintanya ditolak, anak yang membunuh ayahnya karena tidak diberi uang, tawuran pelajar atau pelajar yang memperkosa anak di bawah umur. Berita-berita di atas tentu membuat kita geleng-geleng kepala atau mengelus dada. Belum lagi tindakan-tindakan yang selama ini dianggap sepele. Misalnya pacaran antar anak SMP (atau bahkan SD), memanggil teman sendiri dengan sebutan yang tidak pantas, membentak orang tua, atau tidak hormatnya murid terhadap guru. Hal-hal kecil di atas jika tidak segera diatasi tentu akan menimbulkan hal-hal yang lebih berat lagi.

Saya sering mendengar cerita tentang anak SD yang berpacaran atau bertengkar karena rebutan pacar dari ibu saya sendiri yang seorang guru di sebuah sekolah dasar. Ibu saya pernah bercerita bahwa salah satu muridnya ada yang berpacaran. Ketika anak yang berpacaran itu ditanya oleh ibu saya, dia hanya tersipu malu. Anak itu biasanya ketika berangkat sekolah atau berjalan selalu bergandengan tangan dengan pacarnya. Saya tertawa kecil sambil terheran-heran mendengarnya. Zaman saya SD saja yang namanya pacaran saya tidak tahu. Sekarang anak kelas satu SD saja sudah tahu yang namanya pacaran dan bagaimana cara berpacaran. Benar-benar suatu ”kedewasaan” yang terlalu cepat datang ya.

Pada akhirnya, kita pun bertanya, sebenarnya siapa yang salah? Mengapa begitu banyak hal buruk yang terjadi akibat televisi itu sendiri? Sebenarnya televisi merupakan salah satu media yang bagus untuk proses belajar. Tapi, dengan penuhnya stasiun televsi dengan tayangan-tayangan yang tak bermutu dan tak bermoral beginilah akibatnya. Para pemilik televisi selalu lebih mengutamakan keuntungan dari tayangan-tayangan tersebut daripada kemajuan pendidikan para penikmatnya. Dan yang lebih mengherankan lagi, kenapa juga kita mau dan dengan senang hati dibodohi dengan menerima begitu saja tayangan-tayangan yang tanpa makna itu. Nah lho! Padahal jika kita mau, kita bisa saja ”demo” dengan tidak menonton tayangan-tayangan itu. Kalau sudah begitu pemilik televisi tentu tidak akan menayangkan tayangan itu dan beralih ke tayangan lainnya yang lebih mendidik. Kalau perlu kita bisa saja mengganyang semua tayangan tak bermutu itu dan akhirnya pemilik televisi pun sadar kalau penikmat televisi Indonesia sudah tidak bisa dibodohi lagi dengan tayangan-tayangan itu. Nah, kita sendirilah yang menentukan sikap terbaik yang harus kita lakukan. Diam saja, hanya protes tanpa melakukan hal apa pun, atau kritis dengan tidak membiarkan tayangan tak bermutu meracuni generasi-generasi penerus kita.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

6 comments:

  1. Bukan hanya mereka pemilik televisi yang bisa disalahkan tapi juga mereka para pemilik produksi sinetron/film...mereka hanya mementingkan uang tanpa mempedulikan moral anak2 yang menonton cerita tersebut...padahal dengan cerita tersebut mereka "seakan-akan" melegalkan sebuah pelanggar terhadap anak.

    ReplyDelete
  2. @Shaleh : Betul2. Produser sinetron/film itu nggak pernah memikirkan akibat yang timbul dari sinetron/film yang mereka produksi. Padahal anak2 mereka juga pastinya ikut nonton kan? Apa mereka nggak sadar2 juga kalau tingkah anak2 mereka juga disebabkan sinetron/film yang mereka buat sendiri.

    ReplyDelete
  3. iya dik aku juga males nonton sinetron or produk-produk entertainmen kita soalnya mendangkalkan akal begitu, aku paling ngga tahan ngelihat adegan anak yang ngomong keras sama ortunya, ih amit2 jgn sampe ketularan, trus juga kalo lagi nonton sinetron or film tu yang ada aku komentar mulu, habisnya settingnya suka nggak sinkron gitu, aneh deh pokoknya, misalnya aja kostum anak sekolah, kenapa selalu kemejanya dikeluarin? padahal kan itu nggak selalu tandanya tu anak cool, ya kan.. males deeeh :p

    bagus dik tulisannya ...

    ReplyDelete
  4. Itulah yang membuat saya males nonton tipi. Liat aja sekarang banyak sinetron ABG temanya cinta monyet yang ga jelas gitu...

    ReplyDelete
  5. Setuju banget sama kamu!!!!! oia gara2 salah satu sinetron yang pemainnya berlogat bule, orang2 jadi banyak yang ikut2an. seolah2 logat bule tuh keren gimanaaaaaaa. semakin menipis saja nasionalisme kita.

    ReplyDelete